gangguan perfusi jaringan
A. PENGERTIAN
Trauma atau cedera
kepala juga dikenal sebagai cedera otak adalah gangguan fungsi normal otak
karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Deficit neorologis
terjadi karena robeknya subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena
hemoragik, serta edema serebral disekitar jaringan otak. ( batticaca, 2008 ).
B. ETIOLOGI
Penyebab mengenai hal
ini terutama pada trauma otak primer yaitu terjadi disebabkan oleh benturan
langsung ataupun tidak langsung ( aselerasi/ deselerasi otak ) dan trauma otak
sekunder akibat dari trauma saraf ( melalui akson ) yang meluas, hipertensi
intracranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistematik.
Cedera kepala menurut patofisiologi
dibagi menjadi dua :
1. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada
mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan
pada jaringan.
Pada cedera primer
dapat terjadi :
a. Gegar kepala ringan
b. Memar otak
c. Laserasi
2. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala
sekunder akan timbul gejala, seperti :
a. Hipotensi sistemik
b. Hipoksia
c. Hiperkapnea
d. Udema otak
e. Komplikasi pernapasan
f. Infeksi / komplikasi
pada organ tubuh yang lain
C. KLASIFIKASI
Menurut Batticaca,
2008. Trauma kepala memiliki macam klasifikasinya yaitu sebagai berikut :
1. Cedera kulit kepala
2. Fraktur tengkorak
a. Gejala klinis
b. Penatalaksanaan klinis
3. Cedera otak
4. Komosius serebri
(cedera kepala ringan)
5. Kontosio serebri
(cedera kepala berat)
6. Hemoragik intracranial
7. Hematoma ipidural
(hematoma ekstradural atau hemoragik)
8. Hematoma sudural
9. Hemarogik intraserebral
dan hematoma
D. PATOFISIOLOGI (
PATHWAY )
Cidera
kepala
TIK - oedem
- hematom
Respon biologi
Hypoxemia
Kelainan metabolisme
Cidera otak
primer
Cidera otak sekunder
Kerusakan mobilitas fisik
Kontusio
Kerusakan cel otak
Laserasi
Gangguan
autoregulasi rangsangan
simpatis
Stress
Aliran darah
keotak ¯ tahanan vaskuler
katekolamin
Sistemik & TD sekresi asam
lambung
O2 ¯ à ggan
metabolisme ¯ tek.
Pemb.darah
Mual, muntah
Pulmonal
Asam laktat tek.
Hidrostatik
Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
udema
otak
kebocoran cairan kapiler
peningkatan tekanan
intrakranial
ketidakefektifan perfusi
udema
paru
jaringan serebral
Difusi O2 terhambat
Gangguan Pertukaran gas à
hipoksemia, hiperkapnea
E. ASUHAN KEPERAWATAN (
ASKEP )
a) PENGKAJIAN
BREATHING, Kompresi pada batang otak
akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola
napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau
Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana
karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan
napas.
BLOOD, Efek peningkatan tekanan
intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor
akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan
intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang
diselingi dengan bradikardia, disritmia).
BRAIN, Gangguan kesadaran merupakan
salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala.
Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,
tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan
hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus
cranialis, maka dapat terjadi :
a. Perubahan status
mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah,
pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
b. Perubahan dalam
penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang
pandang, foto fobia.
c. Perubahan pupil
(respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
d. Terjadi penurunan daya
pendengaran, keseimbangan tubuh.
e. Sering timbul hiccup/cegukan
oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik
diafragma.
f. Gangguan nervus
hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia,
disatria, sehingga kesulitan menelan.
BLADER, Pada cidera kepala sering
terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan
miksi.
BOWEL, Terjadi penurunan fungsi
pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan
mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses
eliminasi alvi.
BONE, Pasien cidera kepala sering datang
dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi
kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau
ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau
putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain
itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.
) PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. CT Scan: tanpa/dengan
kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,
pergeseran jaringan otak.
2. Angiografi serebral:
menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak
akibat edema, perdarahan, trauma.
3. X-Ray: mendeteksi
perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan /
edema), fragmen tulang.
4. Analisa Gas Darah:
medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi
peningkatan tekanan intrakranial.
5. Elektrolit: untuk
mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan
intrakranial.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran
gas b/d ketidakseimbangan perfusi ventilasi dan perubahan membrane
alveolar-kapiler.
2. Ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral b/d peningkatan tekanan intracranial.
3. Gangguan asupan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan menelan akibat mual,
muntah.
4. Gangguan mobilitas
fisik b/d gangguan neurovaskuler
NIC
1. Gangguan pertukaran
gas b/d ketidakseimbangan perfusi ventilasi dan perubahan membrane
alveolar-kapiler.
Intervensi ;
Mandiri
a. Lakukan Penkes
Rasionalnya : Untuk memberikan
penjelasan terhadap penyakit yang dialami
b. Kaji dengan ketat
(tiap 15 menit) kelancaran jalan napas.
Rasionalnya: Obstruksi dapat disebabkan
pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube.
c. Evaluasi pergerakan
dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ).
Rasionalnya : Pergerakan yang simetris dan
suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya
penumpukan sputum.
d. Angkat kepala tempat
tidur sesuai aturan,posisi miring sesuai indikasi
Rasionalnya : Untuk memudahkan ekspansi
paru/ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang
menyumbat jalan nafas
e. Anjurkan pasien untuk
melakukan fasan dalam jika pasien sadar
Rasionalnya : Mencegah/menurunkan
atelektasis
f. Auskultasi suara
nafas,perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara-suara nafas yang tidak
normal
Rasionalnya : Untuk mengidentifikasi
adanya masalah paru seperti atelektasis,obstruksi jalan nafas yang membahayakan
oksigenasi
Kolaborasi
a. Lakukan pengisapan
lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak.
Rasionalnya : Pengisapan lendir tidak
selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia.
b. Lakukan fisioterapi
dada setiap 2 jam
Rasionalnya : Meningkatkan ventilasi
untuk semua bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan
sputum.
2. Ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral b/d peningkatan tekanan intracranial.
Intervensi :
Mandiri
a. Lakukan Penkes
Rasionalnya : Untuk memberikan
penjelasan terhadap penyakit yang dialami.
b. Monitor dan catat
status neurologis dengan menggunakan metode GCS.
Rasionalnya :
· Refleks membuka mata
menentukan pemulihan tingkat kesadaran.
· Respon motorik
menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus eksternal dan indikasi keadaan
kesadaran yang baik.
· Reaksi pupil digerakan
oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan refleks batang otak.
· Pergerakan mata
membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan tekanan intracranial
adalah terganggunya abduksi mata.
c. Monitor
tanda-tanda vital tiap 30 menit.
Rasionalnya : Peningkatan sistolik dan
penurunan diastolik serta penurunan tingkat kesadaran dan tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Adanya pernapasan yang irreguler indikasi
terhadap adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi terhadap infeksi. Untuk
mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.
d. Pertahankan posisi
kepala yang sejajar dan tidak menekan.
Rasionalnya : Perubahan kepala pada satu
sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran
darah otak, untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
e. Hindari batuk yang
berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan hindari
konstipasi yang berkepanjangan.
Rasionalnya : Dapat mencetuskan respon
otomatik penngkatan intrakranial.
f. Observasi kejang dan
lindungi pasien dari cedera akibat kejang.
Rasionalnya : Kejang terjadi akibat
iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan tekanan intrakrania.
g. Berikan oksigen sesuai
dengan kondisi pasien
Rasionalnya : Dapat menurunkan hipoksia
otak.
Kolaborasi
a. Berikan obat-obatan
yang diindikasikan dengan tepat dan benar.
Rasionalnya : Membantu menurunkan
tekanan intrakranial secara biologi / kimia seperti osmotik diuritik
untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkan udem otak,
steroid (dexametason) untuk menurunkan inflamasi, menurunkan edema
jaringan. Obat anti kejang untuk menurunkan kejang, analgetik untuk menurunkan
rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial. Antipiretik
untuk menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen otak.
3. Gangguan asupan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan menelan akibat mual,
muntah.
Intervensi :
Mandiri
a. Lakukan penkes
Rasionalnya : untuk memberikan
penjelasan terhadap penyakit yang dialami
b. Kaji kemampuan pasien
untuk mengunyah,menelan dan mengatasi sekresi
Rasionalnya : Menentukan pemilihan
terhadap jenis makanan sehingga pasien harus terlindung dari aspirasi
c. Auskultasi bising
usus,cata adanya penurunan atau suara hiperaktif
Rasionalnya : Membantu menentukan respon
untuk makan atau berkembangnya komplikasi seperti ileus paralitik
d. Timbang BB sesuai
indikasi
Rasionalnya : Mengevaluasi keefektipan
pemberian nutrisi
e. Berikan makanan dalam
jumlah kecil dan sering serta teratur
Rasionalnya : Meningkatkan proses
pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang diberikan
Kolaborasi
a. Konsultasikan dengan
ahli gizi
Rasionalnya : Merupakan sumber yang
efektip untuk mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
b. Berikan makanan dengan
cara yang sesuai mis : NGT
Rasionalnya : Jika pasien tidak mampu
untuk menelan makanan
4. Gangguan mobilitas
fisik b/d gangguan neurovaskuler.
Intervensi :
a. Lakukan penkes
Rasionalnya : untuk memberikan
penjelasan terhadap penyakit yang dialami
b. Kaji fungsi motorik
dan sensorik dengan mengobservasi setiap ekstermitas secara terpisah terhadap
kekuatan dan gerakan normal, respons terhadap rangsang. Rasionalnya :
lobus frontal dan parietal berisi sarf-saraf yang mengatur fungsi motorik
dan sensorik dan dapat dipengaruhi oleh iskemia atau meningkatkan tekanan.
c. Ubah posisi klien
setiap 2 jam.
Rasionalnya : mencegah terjadinya
luka tekan akibat tidur terlalu lama pada satu sisi sehingga jaringan yang
tertekan akan kekurangan nutrisi yang dibawa darah melalui oksigen.
d. Lakukan latihan secara
teratur dan letakkan telapak kaki klien dilantai saat duduk dikursi atau papan
penyangga saat tidur ditempat tidur.
Rasionalnya : mencegah deformitas
dan komplikasi seperti footdrop.
e. Topang kaki saat
mengubah posisi dengan meletakkan bantal di satu sisi saat membalik klien.
Rasionalnya : dapat terjadi dislokasi
panggul jika meletakkan kaki terkulai dan jatuh serta mencegah fleksi.
f. Pada saat klien
ditempat tidur letakkan bantal di ketiak diantara lengan atas dan dinding dada
untuk mencegah abduksi bahu dan letakkan lengan posisi berhubungan dengan
abduksi sekitar 180.
Rasionalnya : posisi ini membidangi bahu
dalam berputar dan mencegah edema dan akibat fibrosis.
g. Jaga lengan dalam
posisi sedikit fleksi.
Rasionalnya : mencegah kontraktur
fleksi.
h. Lakukan latihan di
tempat tidur.
Rasionalnya : klien hemiplegia dapat
belajar menggunakan kakinya yang mengalami kelumpuhan.
i. Lakukan latihan ROM 4
x sehari setelah 24 jam serangan stroke jika sudah mendapatkan terapi.
Rasionalnya : lengan dapat menyebabkan
nyeri dan keterbatasan pergerakan berhubungan dengan fibrosis sendi subluksasi.
j. Bantu klien duduk atau
turun dari tempat tidur.
Rasionalnya : klien hemiplegia mengalami
ketidakseimbangan sehingga perlu dibantu untuk keselamatan dan keamanan.
NOC
1. Gangguan pertukaran
gas b/d ketidakseimbangan perfusi ventilasi dan perubahan membrane
alveolar-kapiler.
Setelah dilakukan
intervensi selama 1 x 24 jam, gangguan pertukaran gas teratasi, dengan criteria
hasil :
a. Klien akan merasa
nyaman.
b. Klien mengatakan sesak
berkurang dan dapat membandingkan dengan keadaan sesak pada saat serangan (
onset ) yang berbeda waktu.
c. TD dalam batas normal
:
Bayi : 90/60
mmHg
3-6 th :
110/70 mmHg
7-10 th : 120/80 mmHg
11-17
th : 130/80 mmHg
18-44
th : 140/90 mmHg
45-64
th : 150/95 mmHg
Ø 65
th : 160/95 mmHg
( Campbell, 1978 )
Nadi dalam batas normal:
Janin : 120-160 x/menit
Bayi : 80-180 x/menit
Anak : 70-140 x/menit
Remaja :
50-110x/menit
Dewasa: 70-82 x/menit
( Campbell, 1978 )
d. AGD dalam batas
normal:
pH :
7,35 – 7,45
CO2 : 20-26 mEq
( bayi ), 26-28 mEq ( dewasa )
PO2 ( PaO2 ) : 80-110 mmHg
PCO2 ( PaPCO2
) : 35-45 mmHg
SaO2 : 95-97 %.
2. Ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral b/d peningkatan tekanan intracranial.
Setelah dilakukan
intervensi keperawatan, klien tidak menunjukan peningkatan TIK, dengan
criteria:
a. klien akan mengatakan
tidak sakit kepala dan merasa nyaman.
b. Mencegah cidera
c. GCS dalam batas normal
( E4, V5, M6 ):
*kaji respon membuka mata
4 = spontan
3 = dengan perintah
2 = dengan nyeri
1 = tidak berespon
*kaji respon verbal
5 = bicara normal ( orientasi orang,
waktu, tempat, dan situasi ).
4 = kalimat tidak mengandung arti
3 = hanya kata-kata saja
2 = hanya bersuara saja
1 = tidak ada suara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar