Selasa, 19 Januari 2016

IDK 1



gangguan perfusi jaringan


A.      PENGERTIAN
Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robeknya subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemoragik, serta edema serebral disekitar jaringan otak. ( batticaca, 2008 ).
B.       ETIOLOGI
Penyebab mengenai hal ini terutama pada trauma otak primer yaitu terjadi disebabkan oleh benturan langsung ataupun tidak langsung ( aselerasi/ deselerasi otak ) dan trauma otak sekunder akibat dari trauma saraf ( melalui akson ) yang meluas, hipertensi intracranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistematik.
Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :
1.         Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
a.         Gegar kepala ringan
b.         Memar otak
c.         Laserasi 

2.         Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
a.         Hipotensi sistemik
b.         Hipoksia
c.         Hiperkapnea
d.        Udema otak
e.         Komplikasi pernapasan
f.          Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain


C.      KLASIFIKASI
Menurut Batticaca, 2008. Trauma kepala memiliki macam klasifikasinya yaitu sebagai berikut :
1.      Cedera kulit kepala
2.      Fraktur tengkorak
a.       Gejala klinis
b.      Penatalaksanaan klinis
3.      Cedera otak
4.      Komosius serebri (cedera kepala ringan)
5.      Kontosio serebri (cedera kepala berat)
6.      Hemoragik intracranial
7.      Hematoma ipidural (hematoma ekstradural atau hemoragik)
8.      Hematoma sudural
9.      Hemarogik intraserebral dan hematoma
D.      PATOFISIOLOGI  ( PATHWAY )

Cidera kepala                                                  TIK  - oedem
                                                                                  - hematom
                                  Respon biologi              Hypoxemia
                                                                       
                                                                        Kelainan metabolisme
Cidera otak primer                  Cidera otak sekunder              Kerusakan mobilitas fisik

Kontusio                                Kerusakan cel  otak ­
Laserasi                              

Gangguan autoregulasi       ­ rangsangan simpatis             Stress

Aliran darah keotak ¯         ­ tahanan vaskuler                  ­ katekolamin
                                                 Sistemik & TD ­               ­ sekresi asam lambung

O2 ¯ à ggan metabolisme ¯ tek. Pemb.darah                   Mual, muntah
                                                Pulmonal

Asam laktat ­                     ­ tek. Hidrostatik                  Gangguan asupan nutrisi kurang dari    kebutuhan tubuh
udema otak                         kebocoran cairan kapiler
peningkatan tekanan intrakranial
 ketidakefektifan perfusi                 udema paru              
jaringan serebral                              Difusi O2 terhambat             

                                            Gangguan Pertukaran gas     à      hipoksemia, hiperkapnea    



E.       ASUHAN KEPERAWATAN ( ASKEP )
a)     PENGKAJIAN
BREATHING, Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
BLOOD, Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
BRAIN, Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
a.         Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
b.         Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
c.         Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
d.        Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
e.         Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
f.          Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
BLADER, Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
BOWEL, Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
BONE, Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.
)     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.         CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
2.         Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
3.         X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
4.         Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
5.         Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.         Gangguan pertukaran gas b/d  ketidakseimbangan perfusi ventilasi dan perubahan membrane alveolar-kapiler.
2.         Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d peningkatan tekanan intracranial.
3.         Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan menelan akibat mual, muntah.
4.         Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neurovaskuler
NIC
1.         Gangguan pertukaran gas b/d  ketidakseimbangan perfusi ventilasi dan perubahan membrane alveolar-kapiler.
Intervensi ;
Mandiri
a.         Lakukan Penkes
Rasionalnya : Untuk memberikan penjelasan terhadap penyakit yang dialami
b.        Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas.
Rasionalnya: Obstruksi dapat disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube.
c.         Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ).
Rasionalnya : Pergerakan yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan sputum.
d.        Angkat kepala tempat tidur sesuai aturan,posisi miring sesuai indikasi
Rasionalnya : Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas
e.         Anjurkan pasien untuk melakukan fasan dalam jika pasien sadar
Rasionalnya : Mencegah/menurunkan atelektasis
f.         Auskultasi suara nafas,perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara-suara nafas yang tidak normal
Rasionalnya : Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis,obstruksi jalan nafas yang membahayakan oksigenasi
Kolaborasi
a.    Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak.
Rasionalnya : Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia.
b.    Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam
Rasionalnya : Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum.
2.         Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d peningkatan tekanan intracranial.
Intervensi :
Mandiri
a.    Lakukan Penkes
Rasionalnya : Untuk memberikan penjelasan terhadap penyakit yang dialami.
b.    Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS.
Rasionalnya :
·           Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.
·           Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus eksternal dan indikasi keadaan kesadaran yang baik.
·           Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan refleks batang otak.
·           Pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan tekanan intracranial adalah terganggunya abduksi mata.
c.    Monitor tanda-tanda  vital tiap 30 menit.
Rasionalnya : Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya pernapasan yang irreguler indikasi terhadap adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi terhadap infeksi. Untuk mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.
d.   Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.
Rasionalnya : Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
e.    Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan hindari konstipasi yang  berkepanjangan.
Rasionalnya : Dapat mencetuskan respon otomatik penngkatan intrakranial.
f.     Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.
Rasionalnya : Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan tekanan intrakrania.
g.    Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien
Rasionalnya : Dapat menurunkan hipoksia otak.

Kolaborasi
a.       Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar.
Rasionalnya : Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi / kimia seperti osmotik diuritik untuk  menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkan udem otak, steroid (dexametason) untuk menurunkan inflamasi,  menurunkan edema jaringan. Obat anti kejang untuk menurunkan kejang, analgetik untuk menurunkan rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial. Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen otak.
3.         Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan menelan akibat mual, muntah.
Intervensi :
Mandiri
a.    Lakukan penkes
Rasionalnya : untuk memberikan penjelasan terhadap penyakit yang dialami
b.    Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah,menelan dan mengatasi sekresi
Rasionalnya : Menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga pasien harus terlindung dari aspirasi
c.    Auskultasi bising usus,cata adanya penurunan atau suara hiperaktif
Rasionalnya : Membantu menentukan respon untuk makan atau berkembangnya komplikasi seperti ileus paralitik
d.   Timbang BB sesuai indikasi
Rasionalnya : Mengevaluasi keefektipan pemberian nutrisi
e.    Berikan makanan dalam jumlah kecil dan sering serta teratur
Rasionalnya : Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang diberikan
Kolaborasi
a.    Konsultasikan dengan ahli gizi
Rasionalnya : Merupakan sumber yang efektip untuk mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
b.    Berikan makanan dengan cara yang sesuai mis : NGT
Rasionalnya : Jika pasien tidak mampu untuk menelan makanan
4.         Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neurovaskuler.
Intervensi :
a.    Lakukan penkes
Rasionalnya : untuk memberikan penjelasan terhadap penyakit yang dialami
b.    Kaji fungsi motorik dan sensorik dengan mengobservasi setiap ekstermitas secara terpisah terhadap kekuatan dan gerakan normal, respons terhadap rangsang. Rasionalnya :  lobus frontal dan parietal berisi sarf-saraf yang mengatur fungsi motorik dan sensorik dan dapat dipengaruhi oleh iskemia atau meningkatkan tekanan.
c.    Ubah posisi klien setiap 2 jam.
Rasionalnya :  mencegah terjadinya luka tekan akibat tidur terlalu lama pada satu sisi sehingga jaringan yang tertekan akan kekurangan nutrisi yang dibawa darah melalui oksigen.
d.   Lakukan latihan secara teratur dan letakkan telapak kaki klien dilantai saat duduk dikursi atau papan penyangga saat tidur ditempat tidur.
Rasionalnya :  mencegah deformitas dan komplikasi seperti footdrop.
e.    Topang kaki saat mengubah posisi dengan meletakkan bantal di satu sisi saat membalik klien.
Rasionalnya : dapat terjadi dislokasi panggul jika meletakkan kaki terkulai dan jatuh serta mencegah fleksi.
f.     Pada saat klien ditempat tidur letakkan bantal di ketiak diantara lengan atas dan dinding dada untuk mencegah abduksi bahu dan letakkan lengan posisi berhubungan dengan abduksi sekitar 180.
Rasionalnya : posisi ini membidangi bahu dalam berputar dan mencegah edema dan akibat fibrosis.
g.    Jaga lengan dalam posisi sedikit fleksi.
Rasionalnya : mencegah kontraktur fleksi.
h.    Lakukan latihan di tempat tidur.
Rasionalnya : klien hemiplegia dapat belajar menggunakan kakinya yang mengalami kelumpuhan.
i.      Lakukan latihan ROM 4 x sehari setelah 24 jam serangan stroke jika sudah mendapatkan terapi.
Rasionalnya : lengan dapat menyebabkan nyeri dan keterbatasan pergerakan berhubungan dengan fibrosis sendi subluksasi.
j.      Bantu klien duduk atau turun dari tempat tidur.
Rasionalnya : klien hemiplegia mengalami ketidakseimbangan sehingga perlu dibantu untuk keselamatan dan keamanan.
NOC
1.         Gangguan pertukaran gas b/d  ketidakseimbangan perfusi ventilasi dan perubahan membrane alveolar-kapiler.
Setelah dilakukan intervensi selama 1 x 24 jam, gangguan pertukaran gas teratasi, dengan criteria hasil :
a.    Klien akan merasa nyaman.
b.    Klien mengatakan sesak berkurang dan dapat membandingkan dengan keadaan sesak pada saat serangan ( onset ) yang berbeda waktu.
c.    TD dalam batas normal :
Bayi     : 90/60 mmHg
3-6 th   : 110/70 mmHg
7-10 th : 120/80 mmHg
11-17 th           : 130/80 mmHg
18-44 th           : 140/90 mmHg
45-64 th           : 150/95 mmHg
Ø  65 th          : 160/95 mmHg
( Campbell, 1978 )
            Nadi dalam batas normal:
            Janin    : 120-160 x/menit
            Bayi     : 80-180 x/menit
            Anak    : 70-140 x/menit
            Remaja            : 50-110x/menit
            Dewasa: 70-82 x/menit
            ( Campbell, 1978 )
d.   AGD dalam batas normal:
pH       : 7,35 – 7,45
CO2     : 20-26 mEq ( bayi ), 26-28 mEq ( dewasa )
PO2 ( PaO2 )   : 80-110 mmHg
PCO2 ( PaPCO2 )       : 35-45 mmHg
SaO2   : 95-97 %.

2.         Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d peningkatan tekanan intracranial.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan, klien tidak menunjukan peningkatan TIK, dengan criteria:
a.    klien akan mengatakan tidak sakit kepala dan merasa nyaman.
b.    Mencegah cidera
c.    GCS dalam batas normal ( E4, V5, M6 ):
*kaji respon membuka mata
4 = spontan
3 = dengan perintah
2 = dengan nyeri
1 = tidak berespon
*kaji respon verbal
5 = bicara normal ( orientasi orang, waktu, tempat, dan situasi ).
4 = kalimat tidak mengandung arti
3 = hanya kata-kata saja
2 = hanya bersuara saja
1 = tidak ada suara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar